Jerat Hukum Pemberi Identitas Palsu Paspor
- Barangsiapa menyuruh masukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
- Diancam dengan pidana yang sama barangsiapa dengan sengaja memakai akta tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, jika karena pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian.
Selain dari KUHP, sanksi pidana jika memberikan keterangan palsu dalam mengurus paspor juga diatur pada Pasal 126 huruf C UU Keimigrasian:
Setiap orang dengan sengaja :
- .......
- .......
- memberikan data yang tidak sah atau keterangan yang tidak benar untuk memperoleh dokumen perjalanan Republik Indonesia bagi dirinya sendiri atau orang lain dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta) Rupiah”
Sedangkan mengenai pembatalan paspor dapat dilakukan berdasarkan alasan yang dikemukakan pada Pasal 64 PP No. 31/2013. Pembatalan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia dapat dilakukan dalam hal:
- Dokumen Perjalanan Republik Indonesia tersebut diperoleh secara tidak sah;
- Pemegang memberikan keterangan palsu atau tidak benar;
- Pemegangnya meninggal dunia pada saat proses penerbitan paspor;
- Tidak diambil dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan; atau
- Kesalahan dan rusak pada saat proses penerbitan.
"Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur teknis permohonan, pemberian, penarikan, pembatalan, pencabutan, dan penggantian paspor biasa dan surat perjalanan laksana paspor diatur dengan Peraturan Menteri"Kami sudah berupaya untuk mengkonfirmasi langsung kepada Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (“Kemenkumham”) maupun Direktorat Jenderal Imigrasi terkait dengan Peraturan Menteri yang dimaksud, namun ternyata pihak Kemenkumham mengatakan bahwa peraturan tersebut belum dikeluarkan.
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian;
- Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksana UU Keimigrasian.